Blog / Dilema Energi dari PLTU dengan Bahan Bakar Batubara

Dilema Energi dari PLTU dengan Bahan Bakar Batubara

Dilema Energi dari PLTU dengan Bahan Bakar Batubara


Pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) dengan bahan bakar batubara adalah salah satu sumber energi listrik yang paling banyak digunakan di Indonesia. Menurut data PT PLN, kontribusi PLTU berbahan bakar batubara mencapai 50,4% dari total kapasitas pembangkit listrik nasional pada tahun 2020. Namun, penggunaan batubara sebagai bahan bakar PLTU juga menimbulkan dilema energi, yaitu antara kebutuhan akan listrik yang murah dan melimpah dengan dampak lingkungan dan kesehatan yang merugikan.

Keuntungan PLTU berbahan bakar batubara

Fungsi batu bara untuk PLTU berbahan bakar batubara adalah sebagai berikut:

  1. Harga batubara yang relatif murah dan stabil dibandingkan dengan bahan bakar lain, seperti minyak dan gas. Hal ini membuat biaya produksi listrik dari PLTU berbahan bakar batubara menjadi lebih rendah dan terjangkau bagi masyarakat.
  2. Ketersediaan batubara merupakan salah satu hasil tambang Indonesia yang melimpah dan mudah didapatkan di Indonesia. Indonesia memiliki cadangan batubara sekitar 37 miliar ton, yang dapat memenuhi kebutuhan listrik nasional hingga 50 tahun ke depan.
  3. Keandalan PLTU berbahan bakar batubara dalam menyediakan listrik yang stabil dan kontinu, tanpa tergantung pada faktor cuaca atau musiman. PLTU berbahan bakar batubara juga dapat beroperasi dengan kapasitas tinggi dan efisiensi tinggi.

Kerugian PLTU berbahan bakar batubara

PLTU berbahan bakar batubara juga memiliki beberapa kerugian, yaitu:

  1. Emisi gas rumah kaca (GRK) yang tinggi dari pembakaran batubara, yang menyebabkan perubahan iklim dan pemanasan global. PLTU berbahan bakar batubara merupakan salah satu penyumbang emisi GRK terbesar di Indonesia, yaitu sekitar 60% dari total emisi sektor kelistrikan.
  2. Polusi udara yang berbahaya dari gas buang dan abu batubara, yang dapat menimbulkan penyakit pernapasan, kanker, dan kematian dini. Polusi udara dari PLTU berbahan bakar batubara juga dapat merusak tanaman, hewan, dan ekosistem di sekitarnya.
  3. Penggunaan sumber daya alam yang tidak dapat diperbarui dan tidak berkelanjutan, yaitu batubara dan air. Penggunaan batubara sebagai bahan bakar PLTU dapat menghabiskan cadangan batubara yang terbatas dan meninggalkan limbah yang sulit didaur ulang. Penggunaan air sebagai pendingin PLTU dapat mengurangi ketersediaan air bersih dan mengganggu siklus hidrologi.

Solusi untuk mengatasi dilema energi dari PLTU berbahan bakar batubara

Untuk mengatasi dilema energi PLTU, diperlukan solusi yang dapat menyeimbangkan antara kebutuhan listrik yang tercukupi dengan dampak lingkungan dan kesehatan. Beberapa solusi yang dapat dilakukan adalah:

  1. Meningkatkan efisiensi dan pengendalian emisi PLTU berbahan bakar batubara, dengan menggunakan teknologi yang lebih canggih dan ramah lingkungan, seperti supercritical, ultra-supercritical, atau carbon capture and storage (CCS).
  2. Menerapkan co-firing PLTU berbahan bakar batubara, yaitu mencampur batubara dengan bahan bakar biomassa, seperti sampah, limbah sawit, atau kayu. Co-firing dapat mengurangi konsumsi dan emisi batubara, serta memanfaatkan sumber energi baru dan terbarukan.
  3. Meningkatkan pengembangan dan pemanfaatan energi baru dan terbarukan, seperti surya, angin, air, atau geotermal, sebagai alternatif atau pelengkap PLTU berbahan bakar batubara. Energi baru dan terbarukan dapat menghasilkan listrik yang bersih dan berkelanjutan, serta mendukung target pengurangan emisi GRK Indonesia.

Kesimpulan

PLTU berbahan bakar batubara adalah salah satu sumber energi listrik yang paling banyak digunakan di Indonesia, karena memiliki keuntungan berupa harga yang murah, ketersediaan yang melimpah, dan keandalan yang tinggi. Namun, PLTU berbahan bakar batubara juga menimbulkan dilema energi, yaitu antara kebutuhan akan listrik yang murah dan melimpah dengan dampak lingkungan dan kesehatan yang merugikan. Untuk mengatasi dilema energi ini, perlu adanya solusi yang dapat menyeimbangkan antara kebutuhan dan dampak, seperti meningkatkan efisiensi dan pengendalian emisi PLTU, menerapkan co-firing PLTU, dan meningkatkan pengembangan dan pemanfaatan energi baru dan terbarukan.

Laugh

  • 0